Home » , » Golput Haram?

Golput Haram?

Written By Unknown on 1/16/2014 | 1/16/2014

Kabarnya April 2014 bakal diadakan Pemilu Presiden. Menjelang event tersebut, MUI mengeluarkan sebuah fatwa, bahwa ikut pemilu tersebut wajib (Republika, 3/9). Itu berarti, kalau dikerjain berpahala, dan kalau ditinggalkan, akan berdosa. Singkatnya, golput itu haram. Ah, macaci? Jangan asal mau percaya sama fatwa ini! Yuk, kita telusuri dulu, emangnya kenapa golput itu haram?

Menurut yang dikatakan pak Mustofa Nahrawardaya pada acara acara Debat TvOne pas 16 Desember 2013 kemarin, alasan kenapa golput itu diharamkan, karena dalam Islam, mengangkat pemimpin itu wajib hukumnya. 

Makanya kalau orang yang golput, nggak ikut memilih siapa yang mau dijadiin presiden, berarti dia meninggalkan kewajiban. Begitu dalihnya.
“Barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’ah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.”
[HR. Muslim]
Kebetulan pula, yang dikatakan beliau "agak mirip" dengan yang dikatakan Rasulullah. Tapi, "agak mirip" yaa. Belum persis sama sekali. Soalnya, kali beliau lupa dengan ayat yang difirmankan Allah berikut ini:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
[QS. An-Nisaa' (4): 59]
Coba simak ayat di atas dengan saksama. Saya memberikan tanda tebal pada kata "Taatilah". Kata "taatilah" tersebut hanya disuguhi dua kali. Hanya disuguhi untuk perujukan kepada Allah, dan RasulNya. Tapi, tidak disuguhkan kembali kepada pemimpin (ulil amri). Itu berarti, ada kepengecualian dalam ketaatan pada pemimpin.

Kewajiban Taat Hanya Sebatas dalam Kebaikan
Diriwayatkan dari sebuah hadits shahih Bukhari dan Muslim, suatu ketika, Nabi mengutus sekitar 400 pasukan. Dan diantara mereka itu, ada pemimpinnya yang bernama Abdullah ibn Huzaifah. Beberapa waktu kemudian, karena suatu kejadian, si Abdullah ibn Huzaifah tersebut lagi marah-marah. Jadinya, dia bilang ke para pasukannya, "Hei, kan Rasul pernah bilang, bahwa kalian harus patuh sama aku kan? Nah, kalau gitu, sekarang ini aku mau ngasih tugas buat kalian. Coba, kalian kumpulin banyak-banyak kayu. Terus, kalian bakarlah kayu-kayu tersebut. Lalu, masuklah kalian ke dalam api tersebut!"

Di lain waktu, kejadian ini diadukan kepada Rasulullah. Kemudian, apa kata Rasul? Rasul bilang, "Andaikan mereka masuk api itu, niscaya tidak akan keluar selamanya. Sesungguhnya kewajiban patuh (taat) itu hanya dalam kebaikan."

Pertanyaannya: Apa Pemimpin Kita Mengajak Kita untuk Patuh dalam Kebaikan?
Jawabannya, tidak. Karena pemimpin sekarang itu, tidak membuat hukum berdasarkan Al-Qur'an dan Assunnah. Coba lihat, pemimpin yang sekarang itu, melegalkan tempat pelacuran, penggunaan riba, dan maksiat lainnya.

Kita lihat saja segelintir faktanya dulu. Setelah disurvey, CD Porno beredar sebanyak 1 juta dalam 1 hari. Mungkinkah penegak hukum nggak tahu hal tersebut? Di Glodok Jakarta tuh, kemarin saya kesana, banyak tuh. Dan menurut survey pula, ternyata, kebanyakan dari kasus aborsi, HIV-AIDS, dan sebagainya, ternyata berakar dari motivasi hasil penontonan film Porno.

Ada pula, di Jalan Yosudarso Jakarta, sebuah tempat pelacuran. Dan kerennya, 500 meter dari sana ada Polres Jakarta Utara. Masak sih Polres nggak tahu? Pasti tahu. Tapi, mereka nggak bertindak.
Seandainya orang-orang Islam yang menginginkan hilangnya maksiat, bertindak menghacurkan pelacuran tersebut, apa yang terjadi? Malahan, mereka masuk berita, bahwa orang-orang Islam itu kasar dan kurang ajar. Sekiranya polisi yang bertindak, apa polisinya dikatakan kasar dan kurang ajar? Tidak. Karena itu legal.

Begitulah. Di sistem negeri ini, maksiat dilegalkan. Sedangkan keta'atan, dicuekin. Padahal, pas Daulah Khilafah belum pecah, terjadi sebaliknya. Sampai-sampai, orang yang tidak sholat itu artinya kriminal. Kalau sekarang? Kalau sekarang, sholat itu hukumnya mubah. Kalau mau sholat, silahkan. Nggak sholat, yah silahkan juga.
Yah, sekali lagi, itulah akibat dari sistem demokrasi yang kufur. Memaksa kita untuk berkufur. Sehingga kita jadinya sulit terhindar dari riba, sulit tidak memandang aurat perempuan, dan sulit menghindari maksiat-maksiat lainnya.
Karena memang, dalam negara demokrasi, hukum-hukum itu berasal dari nafsu manusia. Padahal, hanya Allahlah yang berhak memberikan hukum. Makanya, dalam ebook Job Desc Pertama Remaja, saya jelaskan panjang lebar, bahwa akibat dari beriman pada Allah, adalah ngerjain segala yang diperintahkan Allah. Jangan separuh-separuh.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” 
[Al-Baqarah (2): 208]
Demokrasi: Bentuk Kurang Ajar Kepada Allah
Kalau dalam demokrasi, hukum Allah itu nggak mutlak. Apa yang udah Allah bilang halal dan haram di Al-Qur'an, belum tentu harus dituruti. Yang mutlak itu, adalah hal-hal yang berasal dari suara terbanyak.
Misalnya begini. Gimana kalau kita diskusiin, besok kita sholat shubuh atau nggak? Yuk, yang setuju kalau besok kita sholat shubuh, angkat tangan! Yang nggak setuju, nggak usah angkat tangan. Nah, kalau yang nggak setuju besok sholat shubuh lebih banyak angkat tangan gimana? Jadinya kita nggak sholat shubuh?
Tampak sekali, kekurangajaran dari sistem demokrasi. Padahal, dalam Islam, yang wajib itu harus segera dilakukan, dan yang haram harus segera ditinggalkan. Kita ta'at karena landasan aqidah dan iman. Sedangkan Demokrasi, merasa lebih pinter daripada Allah, sampe-sampe dia mencampakkan hukum-hukum Allah. Tidak heran, jumlah golput meningkat melulu setiap waktu.
Bagus itu. Karena golput itu bisa jadi sebuah kritik buat para pemimpin. Supaya mereka meninggalkan sistem Demokrasi, dan loyal dengan sistem Islam.
“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.”
[HR. Muslim]
Jelas, Golput itu Wajib
Itu berarti, sekiranya kita ikut pemilu, yang notabene menerapkan sistem demokrasi, berarti kita sama dengan ikut melegalkan sistem kufur tersebut. Kesimpulannya, syarat dari pengangkatan pemimpin adalah:
  1. Pemimpinnya amanah
  2. Sistem kepemimpinannya amanah
Kalau pemimpinnya nggak hobi dengan Al-Qur'an dan Assunnah? Yah ngapain kita ta'atin? Jadi jelas, golput itu wajib.
Share this article :
 
Support : Gegana | Revolusi | bgR
Copyright © 2014. Golput Bukan Dosa - All Rights Reserved
Designed by ibZ Published by inD
Proudly powered by Merdeka