Home » , , » Wajib Golput Untuk Indonesia Hebat

Wajib Golput Untuk Indonesia Hebat

Written By Unknown on 1/19/2014 | 1/19/2014

Majelis ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa mengenai pemilihan umum (pemilu). MUI yang terdiri dari berbagai komponen umat islam tersebut memandang penting untuk mengeluarkan fatwa mengenai keikutsertaan umat islam dalam pemilu. Mengingat semakin tingginya angka golput yang menandakan umat mulai apatis terhadap penyelenggara negara.

Fatwa ini kemudian dikenal dengan fatwa "Golput Haram" padahal kalau kita membaca teks-nya, sama sekali tidak ditemui kalimat maupun mafhum (yang dipahami) mengatakan bahwa golput haram. Fatwa ini dikenal dengan "Golput Haram" dikarenakan partai-partai berlabel islam secara bersemangat menyebarkan fatwa ini dengan harapan masyarakat memilih mereka, tanpa menyebarkan teks resmi dari fatwa itu. Fatwa itu kemudian ditafsirkan dengan: wajib memilih (terutama partai berlabel islam).

Fatwa ini kemudian digadang-gadang oleh beberapa pihak (termasuk oknum MUI) yang sepakat dengan konsep demokrasi agar masyarakat yang sebelumnya berniat golput (karena melaihat pemimpin yang bobrok), kemuduan mengurungkan niat golput tersebut karena takut dosa.

Maka perlu dibahas:
1. Apakah indonesia ini negara islam atau bukan (negara kufur)?
2. Apakah demokrasi bersumber dari islam atau dari orang kafir?
3. Apakah dalam sistem sekarang memungkinkan syarat-syarat yang diajukan MUI dalam fatwa tersebut ada di dalam caleg-caleg maupun capres?

Pertama, indonesia jelas bukan negara islam. Hal ini diakui baik oleh yang pro demokrasi maupun yang kontra demokrasi. Misalnya ketika umat islam menuntut agar negara menerapkan syariat islam, pemimpin kita menolak dengan argumen "Indonesia bukan negara islam", bahkan ada yang lebih ekstrim yaitu mengancam akan mengusir dari indonesia jika memaksakan ingin menerapkan syariat islam.
 
Jika dapat dipahami bahwa indonesia bukan negara islam, mengapa ketika pihak yang memiliki kepentingan untuk menang dalam pemilu di negara (yang bukan negara islam) ini menggunakan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga islam? justru ini menjadi hipokrit, bahwa ketika penyelenggaraan negara ini tidak berdasarkan islam tetapi ketika pemilu malah menggunakan fatwa islam agar menang?!

Kedua, Demokrasi jelas bukan dari islam. Demokrasi tidak berasal dari Al-Qur'an, Sunnah, Ijma,dan Qiyas, bahkan kita tidak temui hal ini mucnul dalam peradaban islam (arena peradaban islam saat khilafah masih tegak jauh lebih maju dibandingkan demokrasi yang bobrok). Justru kita menemuinya dari peradaban Yunani kuno dan peradaban modern Prancis, keduanya bukan peradaban islam, maka demokrasi jelas bukan dari islam. Lalu pertanyaannya, kalau memang bukan dari islam, mengapa ketika "pesta demokrasi" islam dijadikan alat agar memenangkan partainya?

Ketiga, Syarat yang ditetapkan dalam fatwa MUI adalah sebagai berikut:
1. Beriman
2. Bertaqwa
3. Jujur
4. Terpercaya
5. Aktif
6. Aspiratif
7. Memperjuangkan kepentingan umat

Beriman adalah membenarkan secara pasti segala yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Termasuk dalam hal menerapkan syariat islam secara kaffah, bukan sepotong-potong. Umat islam wajib meyakini bahwa syariat islam adalah yang terbaik dibandingkan dengan hukum-hukum lain. Apakah ada caleg yang meyakini demikian, yaitu yakin bahwa syariat islam lebih baik dibandingkan hukum lain (misalnya UUD 45 dan Pancasila) secara terang-terangan dalam kampanyenya? tentu tidak, sebab jika ada pasti akan digagalkan pencalonannya oleh KPU atau akan dipecat oleh partainya.

Bertaqwa adalah menjalankan SEMUA perintah ALLAH dan menjauhi SEMUA larangan ALLAH. Termasuk didalamnya adalah menjalankan SEMUA hukum ALLAH terkait pemerintahan, misalnya tentang hudud (sanksi seperti potong tangan untuk pencuri, rajam untuk pezina muhsan, dll), pemilihan khalifah tunggal untuk seluruh umat islam, sistem ekonomi (iqtishadi) bebas ribawi dan judi, sistem pergaulan laki-laki dan perepuan (ijtimai), penarikan zakat kepada umat  islam, jizyah (pajak untuk orang kafir yang kaya), kharaj (pajak tanah untuk tanah yang dibebaskan dengan perang), menghapus pajak kecuali jika kas negara kosong, dan masih banyak lagi. Apakah ada caleg atau partai yang akan menerapkan itu semua? tentu TIDAK ADA, sebab dari awal mereka disumpah untuk taat dan patuh pada UUD 45 dan Pancasila dan bukan patuh pada Al-Qur;an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas.

Kedua poin diatas sudah cukup menjadi penjelasan bahwa memang TIDAK ADA caleg atau partai atau capres yang memenuhi kriteria fatwa MUI untuk dipilih. Maka Golput 2014 itu tidak haram, bahkan wajib hukumnya untuk golput (tidak memilih) calon thaghut tersebut karena mereka hanya akan menjadi arbab min dunillah (tuhan-tuhan selain Allah) yang menerapkan hukum yang tidak didasarkan pada Al-Qur'an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas.

Ketika menafsirkan surat Al Maidah ayat 50, Ibnu Katsir berkata: ” Dan firman Allah [artinya:" Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?"], Allah Ta’ala mengingkari orang yang berpaling dari hukum Allah -hukum yang telah muhkam (kokoh), meliputi seluruh kebaikan dan mencegah setiap keburukan- kemudian orang tersebut justru berpaling kepada yang lain, berupa pandangan-pandangan, hawa nafsu dan berbagai peristilahan yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar kepada Syariat Allah, sebagaimana masyarakat jahiliyah berhukum kepada kesesatan dan kebodohan, hukum yang mereka buat berdasarkan pandangan dan hawa nafsu mereka. Sama halnya seperti Bangsa Tartar yang berhukum dengan kebijakan-kebijakan kerajaan yang diambil dari keputusan raja mereka, Jengiskhan, raja yang telah menyusun al Yasaq untuk mereka, yaitu kitab kumpulan hukum yang diramu dari berbagai syariat yang berbeda, termasuk dari Yahudi, Nasrani dan Islam. Di dalamnya juga terdapat banyak hukum yang semata-mata dia ambil dari pandangan dan hawa nafsunya. Kitab itu kemudian berubah menjadi syariat yang diikuti oleh anak keturunannya, yang lebih diutamakan ketimbang hukum yang diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.

Barangsiapa melakukan hal tersebut maka dia telah kafir. Ia wajib diperangi sampai mau kembali merujuk kepada hukum Allah dan RasulNya, sampai dia tidak berhukum kecuali dengannya (Kitab dan Sunnah) baik sedikit maupun banyak.”Ibnu Katsir melanjutkan: “Allah berfirman {أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ} artinya: “apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?”, yaitu: (apakah) mereka mencari dan menghendaki (hukum jahiliyah), sementara terhadap hukum Allah mereka berpaling? {وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ} artinya: “dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?”, Yaitu: siapakah yang lebih adil dari Allah dalam hukumnya bagi orang yang memahami syariat Allah dan beriman, yakin serta mengetahui bahwa Allah Ta’ala adalah Pemberi Keputusan yang paling bijaksana (ahkamul hakimin), lebih mengasihi makhluqnya ketimbang kasih-sayang seorang ibu kepada anaknya. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Dzat yang mengetahui segala sesuatu, Dzat yang berkuasa atas segala sesuatu, dan Dzat yang Adil dalam segala sesuatu”.
Share this article :
 
Support : Gegana | Revolusi | bgR
Copyright © 2014. Golput Bukan Dosa - All Rights Reserved
Designed by ibZ Published by inD
Proudly powered by Merdeka